Lahan rawa pasang surut merupakan wilayah yang dipengaruhi adanya luapan pasang (spring tide) dan surut (neap tide) dari sungai atau laut baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk meningkatkan produktivitas lahan tersebut diperlukan beberapa komponen teknologi yaitu
Pengelolaan Air
Petani memanfaatkan air pasang dengan pintu air otomatis atau stoplogs untuk mengatur aliran masuk dan keluar. Aliran satu arah diterapkan dengan dua saluran tersier yang berfungsi sebagai kanal irigasi dan kanal drainase, masing-masing dilengkapi pintu air otomatis (flapgates). Saat air pasang, pintu air kanal irigasi terbuka karena dorongan air, sedangkan kanal drainase tetap tertutup. Sebaliknya, saat surut, pintu air kanal irigasi tertutup dan kanal drainase terbuka untuk mengeluarkan air. Jaringan tersier yang terhubung ke sekunder memungkinkan aliran dua arah, mempercepat pencucian lahan dan penggelontoran air. Seiring waktu, petani mengembangkan sistem ini dengan menghubungkan saluran tersier satu arah menjadi dua arah menggunakan pipa paralon (PVC) yang dilengkapi elbow.
Penataan Lahan
Sistem surjan adalah salah satu contoh usaha penataan lahan untuk melakukan diversifikasi tanaman di lahan rawa. Surjan atau sorjan merupakan sebuah sistem pertanian di lahan rawa yang memadukan antara sistem sawah dengan sistem tegalan. Dalam sistem surjan, ruang dan waktu usaha tani dioptimalkan dengan beragam komoditas dan pola tanam. Pada sistem surjan, pertanian dikelola dalam bentuk multiguna lahan dan multikomoditas. Sistem usaha tani ini menghasilkan produksi yang lebih beragam sehingga dapat memberikan kontribusi pendapatan lebih banyak serta keuntungan lebih besar. Pada penataan lahan, hal yang perlu diperhatikan, antara lain hubungan antara tipologi lahan, tipe luapan, dan pola pemanfaatannya. Bagian atas sistem surjan biasanya ditanami dengan tanaman lahan kering (upland), seperti palawija, sayuran, dan hortikultura, sedangkan bagian bawahnya ditanami padi sawah (lowland). Hamparan surjan memang tampak dari atas seperti susunan garis-garis selang seling yang merupakan bagian dari tembokan atau guludan, atau tegalan (raised bed) dan bagian tabukan atau sawah (sunken bed).
Ameliorasi, Solusi Bertanam Padi di Lahan Rawa
Ameliorasi lahan merupakan upaya memberikan bahan pembenah tanah untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi. Beberapa jenis bahan amelioran yang dapat digunakan untuk memperbaiki kondisi lahan rawa di antaranya kapur, bahan organik, dan Biotara.
Takaran umum bahan amelioran di lahan rawa (pasang surut dan lebak), yaitu kapur sebanyak 0,5—1 ton/ha, bahan organik berupa kompos berkisar 2,5—5 ton/ha, dan pupuk hayati Biotara yang diberikan saat pengolahan tanah sebanyak 25 kg/ha.
Pengelolaan Hara dan Pemupukan
- Pengelolaan hara dimaksudkan untuk mengoptimalkan ketersediaan hara di dalam tanah, sehingga tanaman yang dibudidayakan pada lahan rawa dapat tumbuh optimal dan memberikan hasil tinggi. Unsur hara yang umumnya dibutuhkan tanaman adalah unsur hara makro, seperti N, P, K, dan unsur mikro.
- Optimalisasi ketersediaan hara di dalam tanah dapat dilakukan dengan cara penambahan dari luar baik berupa pupuk anorganik maupun bahan organik.
- Penentuan takaran pupuk NPK Phonska dan Urea sebaiknya berdasar status hara tanah. Uji tanah di lapang dapat dilakukan menggunakan alat Perangkat Uji Tanah Rawa (PUTR). Cara penggunaan PUTR dapat dilihat di link berikut: https://www.youtube.com/watch?v=8uZR9Njqfds.
Pemilihan Varietas Padi di Lahan Rawa Pasang Surut
Lahan pasang surut potensial:
- Inpara maupun Inpari Inbrida padi irigasi.
- Inpara 1 sampai Inpara 10, Purwa dapat ditanam.
- Inpari 23 (potensi hasil 9,2 ton/ha).
- Inpari 25 (9,4 ton/ha) dan Inpari 29 (9,5 ton/ha).
Lahan pasang surut sulfat masam:
- Margasari, Martapura, Inpara 1-10 , Purwa atau Inpari 13 dan Inpari 30.
- Pada lahan sulfat masam dengan tingkat cekaman tinggi dapat digunakan varietas Margasari, Martapura, Inpara 1 dan Inpara 2.
Lahan pasang surut salin:
- Inpari 34, Inpari 35, dan Inpari Unsoed 79 yang toleran salinitas 12 dS/m NaCl.
- Pada lahan salin yang lebih jauh dari pinggir sungai besar/pantai dapat menggunakan Inpara 3, Inpara 4, dan Inpara 5.
Pengendalian Organisme Penganggu Tanaman (OPT)
Strategi Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Suatu konsep pengendalian populasi atau tingkat serangan hama dengan menerapkan berbagai teknik pengendalian yang dipadukan dalam satu kesatuan. Tujuannya untuk mencegah kerusakan tanaman dan timbulnya kerugian secara ekonomis serta mencegah kerusakan lingkungan dan ekosistem. Sistem PHT memiliki empat prinsip dasar, yaitu 1)budi daya tanaman sehat; 2)pemanfaatan musuh alami; 3) pengamatan rutin atau pemantauan; 4) penggunaan pestisida nabati.
Penggunaan Pestisida Kimia
Pestisida kimia digunakan apabila cara-cara pengendalian lain tidak efektif. Tindakan pengendalian dengan pestisida kimia harus lima tepat, yaitu 1) tepat jenis pestisida (insektisida, fungisida); 2) tepat hama sasaran (serangga, jamur, tungau); 3) tepat dosis/konsentrasi bahan aktif pestisida; 4) tepat cara aplikasi (semprot, tabur, perlakuan benih); dan 5) tepat waktu aplikasi (pagi, sore, sebelum kerusakan parah).
Diharapkan teknologi ini dapat dimanfaatkan untuk mengoptimalkan produksi padi mewujudkan Indonesia menjadi lumbung pangan dunia 2045. (WD 2025)
Sumber
Sosiawan, H. et al. (2025). Buku saku brigade pangan edisi 2: Budidaya padi di lahan rawa. Pusat Pelatihan Pertanian, Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian. (BPPSDMP)
https://repository.pertanian.go.id/handle/123456789/24858