Penyusutan luas lahan pertanian terus terjadi akibat alih fungsi lahan yang makin meningkat untuk penggunaan nonpertanian. Hal ini merupakan salah satu tantangan dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional. Salah satu upaya pemerintah dalam menjamin ketersediaan lahan pertanian, yaitu penambahan luas lahan melalui program pencetakan sawah pada berbagai lahan yang belum diusahakan. Langkah strategis ini diharapkan dapat meningkatkan produksi dalam mendukung ketahanan pangan serta meningkatkan kesejahteraan petani.
Secara umum program cetak sawah bertujuan menambah luas baku lahan sawah (LBS) dan menghasilkan produksi utama berupa padi pada sawah baru sehingga dapat memenuhi kebutuhan pangan masyarakat. Kegiatan cetak sawah dilakukan pada lokasi yang memenuhi beberapa ketentuan terkait dengan ketersediaan lahan, sumber air, dan ketersediaan petani.
Ketentuan dalam Cetak Sawah
Lahan
Status lahan mencakup kepemilikan lahan jelas, lahan milik atau tanah rakyat; batas kepemilikan lahan jelas (tidak sengketa); lokasi tidak boleh dalam kawasan hutan, kawasan moratorium pengembangan gambut, atau kawasan perizinan lainnya. Lokasi berada pada satu hamparan minimal 5 ha, sesuai untuk budi daya sawah, dapat diakses, dan tidak termasuk luas baku sawah (LBS) terkini. Kemiringan lahan diutamakan <8%. Jaringan irigasi atau drainase sudah dibangun atau akan dibanguna yang selesainya bersamaan dengan selesainya sawah dicetak. Dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW), calon lokasi masuk dalam kawasan pembangunan budi daya pertanian.
Sumber air
Ketersediaan sumber air yang cukup untuk menjamin pertumbuhan padi sekurang-kurangnya satu kali dalam setahun.
Petani
Tersedia petani pemilik penggarap atau petani penggarap dan berdomisili di calon lokasi atau berdekatan dengan calon lokasi serta berkomitmen untuk melakukan usaha tani padi sawah. Jika terdapat lahan yang pemiliknya tidak berdomisili di calon kolasi, maka pemilik diminta kesediaannya untuk mengikuti program cetak sawah atau menunjuk petani penggarap untuk mengerjakan sawah yang akan dicetak yag didukung dengan kesepakatan antara petani penggarap dan pemilik lahan. Apabila pemilik tidak bersedia, lahan tersebut tidak bisa dimasukkan dalam program cetak sawah.
Kunci Sukses Cetak Sawah
Pelaksanaan cetak sawah sejak dulu tidak dilaksanakan sendiri oleh Kementerian Pertanian, tetapi melibatkan banyak kementerian, lembaga, dan pemangku kepentingan lainnya termasuk badan, lembaga, dan perusahaan negara dan swasta. Kolaborasi dan peranan masing-masing institusi/instansi/lembaga seyogyanya berada dalam satu sinergitas yang saling mendukung merupakan kunci sukses program cetak sawah. Aspek kunci untuk keberhasilan cetak sawah mencakup institusi yang terlibat, pola kolaborasi, dan peran institusi masing-masing.
Institusi yang terlibat
Secara garis besar, kegiatan cetak sawah mencakup tiga sub kegiatan, yaitu perancangan awal, pelaksanaan, dan pendukung. Perancangan awal kegiatan terdiri atas koordinasi lintas K/L dan Pemda. Pada pelaksanaan cetak sawah melalui swakelola, pengorganisasian kegiatan mulai dari pusat sampai daerah melibatkan Kementerian Pertanian, PU, Pemda, TNI dan Polri. Direktorat Jenderal Lahan dan Irigasi Pertanian (LIP), memiliki peran penting karena berperan menetapkan kebijakan dan sasaran operasional, menetapkan program dan penganggaran, menerbitkan petunjuk teknis, melaksanakan sosialisasi, pemantauan dan evaluasi, serta melakukan koordinasi dengan Eselon I terkait dan Pemerintah Daerah. Pengawasan pelaksanaan kegiatan cetak sawah dilakukan secara berjenjang dari tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten oleh Tim Teknis, dimana keanggotaan Tim Teknis dapat melibatkan institusi lainnya sesuai kompetensi.
Pola kolaborasi
Kolaborasi pada pelaksanaan program cetak sawah melibatkan berbagai pemangku kepentingan untuk meningkatkan produksi beras nasional melalui pembukaan lahan pertanian baru atau optimalisasi lahan yang belum produktif. Kolaborasi yang dilakukan terjadi berdasarkan Kesepakatan Bersama atau Nota Kesepahaman antara Kementerian Pertanian dengan berbagai K/L, pemerintah pusat, pemerintah daerah, perguruan tinggi dan TNI untuk berkolaborasi dalam mendukung swasembada pangan berkelanjutan. Selain itu juga dalam bentuk Instruksi Presiden yang menginstruksikan jajaran Menteri, Gubernur dan Bupati/Walikota untuk mengambil langkah-langkah yang terkoordinasi dan terintegrasi sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing untuk melaksanakan percepatan pembangunan, peningkatan, rehabilitasi, serta operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi untuk mendukung swasembada pangan.
Peran institusi
Peranan dan keterlibatan pihak-pihak terkait menjadi bagian penting dalam mencapai keberhasilan program cetak sawah. Para pihak di tingkat pusat dan daerah dengan program dan kegiatannya perlu untuk bersinergi dalam kegiatan ini karena dalam perencanaan dan pelaksanaannya tidak hanya dilakukan oleh Kementerian Pertanian namun juga oleh kementerian/lembaga lainnya serta pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota serta masyarakat. Aspek yang perlu dikoordinasikan dalam pelaksanaan program ini, yaitu terkait data dan informasi ketersediaan lahan, infrastruktur wilayah, infrastruktur irigasi, petani dan kelembagaannya, dan pemanfaatan/pengelolaan lahan. Untuk itu koordinasi dengan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah mencakup berbagai aspek berupa kebijakan, perencanaan, implementasi, dan keberlanjutannya.
Program cetak sawah yang dimaksudkan untuk menambah luas baku lahan sawah merupakan langkah yang strategis yang diharapkan dapat meningkatkan produksi dalam rangka mendukung terwujudnya swasembada pangan.(HS2025).
Sumber
Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian.(2025). Petunjuk teknis cetak sawah. Jakarta: Ditjen PSP.
Mustapa, L.A., Purnamadewi, Y.L., Dharmawan, A.H. (2019). Dampak dan keberlanjutan program cetak sawah di Kabupaten Katingan, Provinsi Kalimantan Tengah. Analisis Kebijakan Pertanian, 17(2): 123-137. https://repository.pertanian.go.id/handle/123456789/11171