Pernahkah kita membayangkan bahwa pekarangan rumah yang sempit bisa menjadi ladang harapan? Di balik pagar-pagar rumah sederhana, tersimpan potensi besar untuk menjawab tantangan besar bangsa: ketahanan pangan. Dan siapa sangka, para perempuan di desa melalui Kelompok Wanita Tani (KWT) tampil sebagai garda terdepan yang mengubah halaman rumah menjadi sumber pangan bergizi, bahkan penghasilan tambahan. Dari pekarangan mereka, lahirlah pangan sehat, keluarga sejahtera, dan komunitas tangguh.
Ketahanan pangan sendiri didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi negara hingga tingkat individu, yang tercermin dari ketersediaan pangan yang cukup baik dari segi jumlah maupun mutu, aman, beragam, bergizi, merata, terjangkau, serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, sehingga memungkinkan setiap orang untuk hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan (UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja). Salah satu strategi dalam mewujudkan ketahanan dan Dari Pekarangan untuk Ketahanan Pangan: Aksi Nyata Kelompok Wanita Tani kemandirian pangan di tingkat rumah tangga adalah melalui optimalisasi pemanfaatan lahan.
Pemanfaatan lahan pekarangan menjadi salah satu solusi alternatif yang efektif untuk memenuhi kebutuhan pangan rumah tangga, meningkatkan kualitas gizi, memaksimalkan tenaga kerja produktif, serta memperbaiki lingkungan pemukiman dan kesehatan masyarakat. Seluruh aspek tersebut pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Di Indonesia, lahan pekarangan memiliki potensi besar dalam mendukung penyediaan pangan keluarga, mengurangi pengeluaran untuk kebutuhan pangan, dan menambah penghasilan keluarga petani.
Keberhasilan pemanfaatan pekarangan sangat bergantung pada partisipasi aktif masyarakat, khususnya perempuan, yang memiliki pengetahuan memadai tentang pengelolaan lahan dan budidaya berbagai komoditas pertanian. Dalam hal ini, KWT berperan penting sebagai ujung tombak inovasi. Dengan keterlibatan aktif para anggotanya, inovasi pertanian rumah tangga dapat lebih cepat menyebar ke masyarakat luas, termasuk kepada petani, penyuluh, dan komunitas lainnya. Kegiatan ini mencakup pemanfaatan lahan pekarangan, lahan tidur, dan lahan kosong yang sebelumnya tidak produktif, untuk menghasilkan pangan bergizi dan bernilai ekonomi, baik untuk konsumsi sendiri maupun orientasi pasar.
Program pemberdayaan KWT dapat diawali melalui kegiatan penyuluhan atau sosialisasi, yang kemudian dilanjutkan dengan praktik lapangan seperti pembuatan kebun bibit, pembangunan demplot (lahan percontohan), budidaya berbagai jenis tanaman, serta pengolahan hasil panen. Dengan menanam aneka sayuran, buah, dan umbi-umbian, KWT tidak hanya memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari, tetapi juga mengurangi ketergantungan pada satu jenis komoditas.
Mengambil contoh dari Kecamatan Barangin, Kota Sawahlunto, peningkatan pengetahuan anggota KWT tentang teknologi pemanfaatan pekarangan ternyata sangat berpengaruh pada keberhasilan program mereka. Dengan pemahaman yang lebih baik, KWT mampu mengoptimalkan lahan sempit untuk menghasilkan pangan yang cukup, meningkatkan kualitas gizi keluarga, serta mendorong peningkatan pendapatan dan kesejahteraan rumah tangga. Hal serupa terlihat pada Program P2L di Gondangrejo yang memberikan dampak positif secara ekonomi, sosial, dan psikologis bagi anggota KWT. Program ini meningkatkan potensi pendapatan, membentuk kebiasaan positif, dan menumbuhkan kemauan untuk belajar budidaya. Meski demikian, dampak budayanya belum terlihat jelas, namun yang pasti, program ini ramah lingkungan. Secara keseluruhan, KWT menjadi agen perubahan yang memberikan kontribusi besar terhadap ketahanan pangan, kesehatan keluarga, dan penguatan ekonomi lokal.
Melalui peran aktif KWT, terbukti bahwa ketahanan pangan tidak harus dimulai dari skala besar atau lahan luas. Justru dari pekarangan sederhana, muncul solusi nyata yang menyentuh langsung kebutuhan keluarga dan masyarakat. KWT telah menunjukkan bahwa perempuan bukan hanya pengelola rumah tangga, tetapi juga motor penggerak perubahan di sektor pertanian dan pangan. Ke depan, sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan berbagai pemangku kepentingan sangat diperlukan untuk memperluas dampak positif ini. Dengan memperkuat kapasitas KWT dan memperluas akses terhadap informasi, teknologi, serta pembiayaan, Indonesia memiliki peluang besar membangun kemandirian pangan dari akar rumput, dimulai dari halaman rumah sendiri.
Sumber
- Emlan, F., Tri, S., Ahmad, D., Jhon, F., Kusnadi, H., & Andi, I. (2022). KEEFEKTIFAN PELAKSANAAN PROGRAM PEKARANGAN PANGAN LESTARI (P2L) DI KWT JATI MANDIRI DESA KEBAN JATI KECAMATAN ULU MANNA – BENGKULU SELATAN. Agrica Ekstensia, 16(1). https://repository.pertanian.go.id/handle/123456789/19847
- Saputri, E. M., Agung, W., & Eksa, R. (2021). DAMPAK IMPLEMENTASI PROGRAM PEKARANGAN PANGAN LESTARI (P2L) DI KECAMATAN GONDANGREJO KABUPATEN KARANGANYAR. Agrica Ekstensia, 15(2). https://repository.pertanian.go.id/handle/123456789/19843
- Sumilah. (2017). ANALISIS PENGARUH PENGETAHUAN ANGGOTA KELOMPOK WANITA TANI TERHADAP TEKNOLOGI PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN DI KECAMATAN BARANGIN KOTA SAWAHLUNTO. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. https://repository.pertanian.go.id/handle/123456789/7237