Bogor, 26 Mei 2025 — Alih fungsi lahan pertanian yang kian masif mengancam swasembada pangan nasional. Merespons hal ini, Balai Besar Perpustakaan dan Literasi Pertanian (BB Pustaka) menggelar kegiatan virtual literasi Brigade Pangan dengan mengangkat tema “LTT di Tengah Alih Fungsi Lahan”
Kepala BB Pustaka, Eko Dharmo Putro, mengungkapkan keprihatinannya atas maraknya alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan industri dan permukiman. Fenomena ini dinilai berdampak negatif terhadap produksi pangan nasional serta memicu konflik agraria akibat ketimpangan penguasaan lahan.
“Banyak petani kehilangan lahan garapan, produksi menurun, dan jumlah petani terus menyusut. Lahan sering dibeli oleh pengembang besar, membuat petani kecil kalah bersaing,” ujar Eko dalam kegiatan virtual literasi Brigade Pangan tersebut.
Kementerian Pertanian (Kementan) mencatat alih fungsi Lahan Baku Sawah (LBS) telah mencapai 79 ribu hektar dalam lima tahun terakhir., Lutful Hakim yang mewakili Direktur Perlindungan dan Optimasi Lahan, menyebut jika tidak segera dikendalikan, kondisi ini akan mengancam target swasembada pangan nasional.
“Ancaman datang tidak hanya dari pertambahan penduduk, tetapi juga ketidakstabilan ekonomi global, pelemahan nilai tukar, serta dampak perubahan iklim seperti kekeringan dan gagal panen,” jelasnya.
Alih fungsi lahan, menurut Kementan, terjadi dalam tiga bentuk utama, yaitu konversi aktual di lapangan, perubahan dalam dokumen perencanaan seperti RTRW, serta penerbitan izin yang belum terdokumentasi secara sistematis seperti Penlok, HGU, dan PKKPR.
Sebagai langkah pengendalian, pemerintah menetapkan ±8,73 juta hektar Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B), termasuk 4,55 juta hektar LBS. Ini merupakan bentuk komitmen menjaga produktivitas lahan pertanian dari ancaman alih fungsi.
Di tengah tekanan ini, kisah inspiratif datang dari Sulaiman, petani milenial asal Kota Bogor yang tetap bertahan dengan program Luas Tambah Tanam (LTT). Ketua Kelompok Tani Bumi Pakuan tersebut mampu melakukan empat kali tanam dalam setahun dengan dukungan alat pertanian dan pendampingan intensif.
“Permintaan pangan terus meningkat, kami terus bertani dengan dukungan dari penyuluh pertanian, pemerintah daerah, dan Kementerian Pertanian,” kata Sulaiman.
Irigasi yang baik serta penggunaan alat seperti hand tractor disebut menjadi kunci efisiensi. Peran penyuluh pertanian juga terbukti krusial. Imam, penyuluh Kota Bogor, menekankan pentingnya kolaborasi antara petani dan penyuluh. “Keberhasilan program bergantung pada komitmen petani. Kami hadir untuk memastikan mereka tidak berjalan sendiri,” ungkapnya.
Kementan menegaskan akan terus memperkuat perlindungan LBS dan memperluas edukasi kepada petani untuk mencegah alih fungsi lahan. Kolaborasi antara pemerintah, petani, dan penyuluh diharapkan menjadi pondasi menuju pertanian berkelanjutan dan swasembada pangan nasional. (Rep YR/Edit SO-SWT)