
Judul : The Power of Tea
Penyusun : Prawoto Indarto
Penerbit : PT. Trubus Swadaya
Tahun terbit : 2024
Jumlah halaman : 160 p
Link : https://www.kikp-pertanian.id/pustaka/opac/detail-opac?id=76759
Teh adalah minuman populer yang dibuat dengan menyeduh daun kering dari tanaman Camellia sinensis dengan air panas. Beberapa jenis utama seperti teh hijau, oolong, hitam, dan putih, yang berbeda berdasarkan proses fermentasi dan oksidasi daunnya. Minuman ini mengandung senyawa-senyawa seperti polifenol, kafein, dan minyak esensial yang memberikan rasa, aroma, dan manfaat kesehatan.
Peran penting teh dalam pertanian Indonesia adalah penyumbang devisa negara melalui ekspor, sumber lapangan kerja bagi masyarakat, dan pendorong ekonomi lokal. Selain itu, perkebunan teh memiliki manfaat lingkungan seperti mencegah erosi tanah dan berkontribusi pada ekowisata perkebunan. Meskipun menghadapi tantangan seperti penurunan ekspor dan kualitas teh yang tidak stabil, sektor ini penting bagi perekonomian dan menyerap banyak tenaga kerja.
Buku ini dibuka dengan kisah asal-usul teh di daratan Tiongkok. Dikisahkan mengenai She Nong She, seorang tokoh legendaris yang dipercaya sebagai penemu teh pertama kali, dan legenda Wu Lizhan yang memperkaya tradisi awal teh dalam kebudayaan Cina. Pada masa Dinasti Tang, teh mulai diposisikan bukan hanya sebagai minuman, melainkan juga sebagai bagian dari seni, ritual, dan simbol status sosial.
Dari Cina, perjalanan teh berlanjut ke Jepang, yang melahirkan tradisi Cha no Yu atau upacara minum teh. Tradisi ini bukan hanya tentang menyeduh minuman, tetapi juga tentang harmoni, kesederhanaan, dan penghormatan terhadap alam serta sesama manusia. Buku ini menggambarkan bagaimana teh menjadi medium spiritual sekaligus budaya yang mendalam dalam kehidupan masyarakat Jepang.
Menariknya, The Power of Tea tidak berhenti pada narasi global, melainkan menyoroti keterlibatan Nusantara, khususnya Jawa, dalam peta besar teh dunia. Sebagai negeri rempah, kepulauan di Indonesia sudah sejak lama menjadi persimpangan perdagangan internasional. Teh turut hadir dalam jalur niaga tersebut. Banten sebagai kota kosmopolitan digambarkan sebagai pusat interaksi budaya dan ekonomi, tempat teh hadir bersama komoditas lain yang mempertemukan pedagang dari berbagai belahan dunia.
Buku ini juga menjabarkan sisi ilmiah dan industrialisasi teh. Diceritakan mengenai peran Lands Plantentuin (kebun raya Bogor) dalam mengembangkan riset perkebunan, eksperimen di Ceylon (Sri Lanka), hingga proses fermentasi yang melahirkan berbagai jenis teh dengan karakter rasa yang berbeda. Ada juga gambaran tentang ritual di pabrik teh, serta kehidupan di perkebunan teh rakyat. Penulis bahkan menyinggung secara spesifik wilayah Arjasari dan Gamboeng, dua daerah di Jawa Barat yang menjadi pusat pengembangan teh kolonial sekaligus simbol keterhubungan masyarakat lokal dengan industri global.
Tidak hanya soal tanaman dan perdagangan, buku ini menghidupkan kisah teh melalui peristiwa budaya. Teh Indonesia pernah dibawa promosi keliling dunia, bahkan orang Jawa hadir dalam peresmian Menara Eiffel di Paris, memperkenalkan identitas Nusantara di panggung dunia. Buku ini juga menyinggung peristiwa unik seperti saat Debussy bertemu Sari Oneng, yang memperlihatkan interaksi seni, musik, dan budaya yang terhubung lewat kehadiran orang-orang Jawa di Eropa. Sosok Anna “The Javanese” pun diangkat sebagai representasi kuat bagaimana teh, Jawa, dan dunia internasional erat dalam satu narasi global.
Kelebihan buku ini tidak hanya membahas teh dari aspek agronomi, tetapi juga mengaitkannya dengan sejarah, budaya, musik, hingga peristiwa diplomasi. Buku ini membuat sejarah terasa hidup, bukan sekadar catatan sejarah minuman populer, melainkan kisah bagaimana teh menjadi jembatan antarbangsa dan simbol interaksi budaya dunia. Teh terbukti memiliki kekuatan besar yang bukan hanya sekedar penyegar dahaga.
Buku ini sangat direkomendasikan bagi pembaca yang ingin memahami hubungan antara sejarah, perdagangan, budaya, dan identitas Nusantara dalam konteks global. Dengan membaca buku ini, kita akan menyadari bahwa segelas teh yang kita nikmati sehari-hari menyimpan jejak panjang peradaban yang begitu berharga. (TR’25)
