Meskipun tidak sepopuler padi, jagung menjadi salah satu komoditas pangan andalan yang memberikan kontribusi besar bagi ketahanan pangan dan perekonomian nasional. Tak hanya sebagai bahan makanan, jagung juga menjadi bahan baku penting bagi berbagai industri hilir. Permintaan jagung yang terus meningkat tidak diimbangi dengan peningkatan produksi. Untuk itu perlu upaya dalam peningkatan produktivitas Jagung. Salah satu solusi adalah dengan pola tanam zig zag yang memaksimalkan penggunaan lahan dan penambahan populasi tanaman.
Tanaman jagung banyak dibudidayakan karena mudah beradaptasi di berbagai jenis lahan dan memiliki siklus tanam yang relatif singkat. Produksi jagung di Indonesia masih menghadapi sejumlah permasalahan yang memengaruhi produktivitas dan kualitas hasil panen. Salah satu kendala utama adalah keterbatasan lahan subur dan alih fungsi lahan pertanian yang terus terjadi. Selain itu, penggunaan benih unggul yang belum merata, keterbatasan akses terhadap sarana produksi, serta teknik budi daya yang kurang optimal turut menjadi hambatan. Serangan hama dan penyakit, fluktuasi iklim yang tidak menentu, serta minimnya infrastruktur irigasi juga memperburuk kondisi ini.
Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi adalah dengan meningkatkan populasi tanaman. Namun, peningkatan populasi tanaman tidak berbanding lurus dengan peningkatan produktivitas karena terdapat ambang batas kerapatan yang dapat meningkatkan produksi. Berdasarkan hal tersebut Badan Litbang Pertanian (sekarang BRMP) telah menghasilkan inovasi sistem tanam pada budi daya jagung, yaitu teknologi sistem tanam zig-zag yang merupakan alternatif teknologi dalam upaya meningkatkan populasi tanaman tanpa memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Keunggulan Teknologi Sistem ZigZag
Teknologi sistem tanam Zig-Zag pada budi daya jagung dapat meningkatkan populasi tanaman mencapai 80% tanpa mengganggu pertumbuhan dan perkembangan tanaman sehingga mampu meningkatkan produksi 30-40%. Jarak tanam pada sistem tanam Zig-Zag diatur sedemikian rupa sehingga kerapatan tanaman tidak mengganggu penyerapan sinar matahari yang dibutuhkan pada proses fotosintesis. Selain itu, penerapan sistem tanam zigzag relatif mudah tidak memerlukan teknologi yang kompleks dan keahlian khusus. Penerapan teknologi Zig-Zag meliputi penggunaan fosfat alam, pengelolaan air, pemupukan berimbang, serta penggunaan varietas yang memiliki potensi hasil tinggi.
Komponen Teknologi Sistem Zig-Zag
Secara garis besar, terdapat dua komponen teknologi yang berbeda dibandingkan dengan budi daya jagung konvensional,yaitu sistem tanam (jarak tanam) dan dosis pemupukan.
Jarak Tanam
Berdasarkan tingkat kesuburan lahan, terdapat dua jarak tanam yang disarankan. Pada lahan yang kurang subur, gunakan jarak tanam yang lebih rapat, yaitu 25 cm x 12,5 cm x 75 cm, sedangkan pada lahan yang subur, gunakan jarak tanam yang lebih lebar yaitu yaitu 35 cm x 17,5 cm x 75 cm. Maksud jarak tanam ini adalah 25 cm atau 35 cm jarak dalam barisan, 75 cm antarbarisan inti, dan 17,5 cm atau 12,5 cm jarak antarbarisan inti dan barisan zigzag. Dengan menggunakan jarak tanam tersebut, populasi tanaman sekitar 76.000-100.000 batang.
Cara Tanam
Sistem tanam yang konvensional yang dilakukan petani adalah sistem tanam lurus, dengan membuat lobang tanam sama rata sehingga membentuk empat persegi panjang. Hal yang berbeda dengan sistem tanam zig-zag, pada sistem tanam ini lubang tanam antarbarisan sama rata di ujung pinggir sesuai dengan jarak tanamnya, selanjutnya dalam barisan sama (sesuai dengan jarak tanamnya). Kemudian, dengan setengah jarak dalam barisan, dibuat barisan tanam baru. Lubang tanam dimulai menjorok ke arah dalam setengah jarak antar barisan. Setelah itu, penanaman dalam barisan sesuai dengan jarak tanam.
Dosis Pemupukan
Mengingat populasi tanaman pada sistem tanam zig-zag lebih tinggi daripada sistem tanam konvensional, penambahan dosis pupuk harus dilakukan untuk menghindari terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pupuk yang diberikan adalah NPK 400 kg/ha, urea 350 kg/ha, SP36 350 kg/ha, dolomit 2 ton/ha dan pupuk kandang 2 ton/ha. Dolomit dan pupuk kandang disebar merata sebelum olah tanah.
Potensi produksi Jagung dengan Teknologi Zig Zag
Tanaman jagung cukup potensial untuk ditanam di agroekosistem lahan kering dan rawa. Penerapan teknologi Zig Zag di dua Kecamatan, Kabupaten Barito Kuala tahun 2018 dengan teknologi, yaitu varietas jagung hibrida potensi hasil tinggi; pengolahan tanah traktor; sistem tanam Zig Zag (75 cm x 12,5 cm); pemberian kapur 1 ton/ha, pupuk kandang 2 ton/ha; urea 450 kg; KCl 200 kg/ha; rock fosfat 1 ton/ha; pemeliharaan dengan pengaplikasian pestisida dilakukan saat ada serangan, sebagian kecil melakukannya secara periodik; dan panen manual menghasilkan produksi jagung 20,33 ton per hektar bentuk tongkol kering panen atau setara dengan 14 ton berat pipilan kering dengan kadar air 15%. Analisis biaya dan pendapatan usaha tani jagung dengan sistem tanam zig-zag di lahan rawa pasang surut tipe luapan C memberikan keuntungan Rp11.975.000 per hektar dan termasuk efisien.
Pola tanam zig-zag pada tanaman jagung merupakan salah satu inovasi yang terbukti efektif dalam meningkatkan produksi sekaligus memaksimalkan pemanfaatan lahan. Dengan penerapan teknik yang tepat serta pemahaman terhadap kebutuhan tanaman, produktivitas panen jagung dapat ditingkatkan secara optimal.(HS2025)
Sumber
Adriyani, F.Y. (2020). Sistem Tanam Zigzag pada Budidaya Jagung: Peningkatan Produksi melalui Penambahan Populasi.
https://cybex.id/mobile/artikel/93964/Sistem-Tanam-Zigzag-pada-Budidaya-Jagung-Peningkatan-Produksi-melalui-Penambahan-Populasi/
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. (2021). Model Pertanaman Jagung Zig Zag. Dalam 700 Teknologi Inovatif + 10 Model Penerapan Inovasi Kolaboratif. Editor: Ketut Gede Mudiarta, Nurjaman ...[et al.].IAARD Press.
https://repository.pertanian.go.id/handle/123456789/15750.








