Mete menjadi satu dari lima komoditas pertanian yang dapat menghasilkan produk bernilai tinggi. Melalui hilirisasi, produk komoditas tidak hanya sekadar bahan mentah tapi dapat dikembangkan menjadi produk olahan dengan cuan tinggi. Meski tumbuh pada kondisi tanah marginal, mete telah populer dan terkenal dalam pangsa pasar kacang-kacangan. Hilirisasi mete menambah peluang besar pemasaran ragam produk mete pada pasar dalam dan luar negeri.
Tanaman jambu mete (Anacardium occidantale L.) atau sebagian menyebutnya dengan jambu monyet, merupakan tanaman unik yang dapat berkembang dan tumbuh di lahan tandus, kritis dan marginal. Pertumbuhannya di lahan yang jarang digunakan tersebut membuat persaingan lahannya dengan komoditas lain tidak begitu besar. Sebagai komoditas, mete banyak dimanfaatkan dalam bahan baku industri confectionery (makanan manis) dan makanan sela (camilan). Cita rasa mete yang spesifik membuatnya penting dan bersanding dengan komoditas kacang terkenal lainnya seperti almond, hazelnut, walnut, dan kacang tanah.
Komoditas mete masih banyak dipasarkan oleh petani dalam bentuk glondong dan biji mete. Sentra produksi mete perlu berkembang, tidak sekadar menghasilkan produk mentah tapi juga dapat melebar pada sentra produksi produk olahan turunan lainnya. Melalui hilirisasi, produk mete dapat merambah industri lainnya seperti: (1) industri otomotif dengan produk kanvas rem, serbuk friksi, dan campuran ban; (2) industri konstruksi dengan produk anti karat peralatan darat dan laut; (3) oalahan pangan; serta (4) pakan ternak. Olahan mete yang telah berkembang sejauh ini berupa kacang olahan, sirup dan minyak CNSL (cashew nut shell).
Pengolahan mete dapat dilakukan dalam dua jenis skala industri, dalam skala rumah tangga pengolahan mete umumnya berjalan dalam proses pengacipan mete atau pemecahan kacang dari gelondongan satu persatu. Adapun dalam skala pabrikan, pengolahan dilakukan untuk mengolah limbah kulit dan daging mete menjadi minyak CNSL. Kolaborasi dua jenis industri pengolahan mete ini dapat dilakukan untuk memperbanyak ragam potensi produk olahan tanaman mete.
Pola gabungan industri pengolahan mete ini telah berkembang di Kab. Wonogiri, namun mitra pengolahan limbah mete menjadi minyak CNSL bertempat di Semarang, kedua industri masih berada di daerah yang berbeda. Kolaborasi ini terjadi juga pada pengolahan mete dalam industri makanan, bertempat di Kab. Bima, Kelompok Tani Mekar mengolah kacang mete yang telah selesai terproses menjadi barang jadi seperti keripik dan kue kering.
CNSL, Minyak Industri Ragam Guna
Minyak CNSL dapat menghasilkan banyak turunan produk. Hal ini didapat karena susunan CNSL terdiri atas empat komponen senyawa fenolik yaitu asam anarkadat, kardol, kardanol, dan metil kardol. Senyawa ini memiliki sifat dan manfaat yang berbeda. Asam anarkadat berguna sebagai anti tumor, anti mikroba dan anti jerawat. Kardanol berguna sebagai bahan baku produk pelapis permukaan. Adapun kardol bersifat toksik pada kulit. Ekstraksi limbah mete ini dapat dijual dengan harga yang lebih mahal dan dikembangkan dengan banyak produk turunan.
Proses ekstraksi minyak CNSL dari limbah mete dilakukan dengan 3 metode:
1. Pemanggangan (oven)
Metode pemanggangan dilakukan dengan temperatur tinggi dan cenderung menghasilkan CNSL yang berkualitas rendah.
2. Penekanan
Metode penekanan dilakukan dengan preparasi awal yang lebih kompleks dan masih menghasilkan sisa minyak pada ampas.
3. Ekstraksi pelarut kimia
Metode pelarut kimia menghasilkan kualitas CNSL yang lebih bagus, tetapi memerlukan biaya ekstraksi yang lebih mahal.
Selain menambah ragam produk dan meningkatkan harga jual, pengembangan CNSL sebagai hilirisasi produk dalam negeri juga dapat memberikan beberapa keuntungan:
4. Menghemat devisa negara
Produksi CNSL dalam negeri dapat menghemat devisa negara karena mengurangi kebutuhan impor senyawa fenol.
5. Memajukan sektor agribisnis dan ketenagakerjaan
Industri CNSL meningkatkan kebutuhan ketenagakerjaan sehingga akan berdampak pada peningkatan ekonomi masyarakat.
6. Alternatif sumberdaya terbarukan
Bahan baku pembuatan CNSL adalah bahan baku terbarukan yang ketersediaannya lebih terjamin dibanding minyak bumi.
7. Tinggi biodegradibilitas
Produk turunan CNSL tidak menimbulkan masalah pencemaran lingkungan karena mudah terdegradasi alam dibanding dengan minyak bumi yang degredasinya sulit.
Tidak sekadar kacang, hilirisasi komoditas mete berpeluang pada banyak industri baik pangan itu sendiri hingga otomotif dan konstruksi. Melalui hilirisasi, peningkatan nilai jual mete dapat terjadi dan berdampak pada kemajuan petani dan masyarakat. Lahan tandus, kering dan marginal menjadi lebih optimal. (AM, 2025)
Referensi
Direktorat Jenderal Perkebunan. (2022). Jambu Mete, Komoditas Mewah (Luxury) di Pasar Global. https://ditjenbun.pertanian.go.id/jambu-mete-komoditas-mewah-luxury-di-pasar-global/
Indrawanto, Chandra. (2008). Penentuan Pola Pengembangan Agroindustri Jambu Mete. Jurnal LITTRI, 14(2), 78-86. https://repository.pertanian.go.id/handle/123456789/1811
Nurdiansah, H., Susanti, D., Rahmat, A., Abdul, F., Rasyida, A., Purwaningsih, H., Pramata, A. D., & Asih, R. . (2022). Sintesis dan Karakterisasi Minyak Cashew Nut Shell Liquid (CNSL) dari Limbah Kulit Biji Mete Desa Blaru, Badas, Kediri dengan Metode Press Panas. Sewagati, 6(6), 735–743. https://doi.org/10.12962/j26139960.v6i6.275
Sularno, & Meilin, A. (2008). Peningkatan Pendapatan Petani Pengrajin melalui Grading Produk Olahan Kacang Mete. Prosiding Lokakarya Nasional: Percepatan Penerapan IPTEK dan Inovasi Teknologi Mendukung Ketahanan Pangan dan Revitalisasi Pembangunan Pertanian. https://repository.pertanian.go.id/handle/123456789/17326
Towaha, J., & Ahmadi, N.R. (2011). Pemanfaatan Cashew Nut Shell Liquid sebagai Sumber Fenol Alami pada Industri. Buletin RISTRI, 2(2), 187-198. https://repository.pertanian.go.id/handle/123456789/11099