Ciawi, 12 Juni 2025 — “Kalau tidak ada regenerasi petani, swasembada pangan tinggal mimpi.” Seruan tegas ini disampaikan Kepala BPPSDMP, Idha Widhi Arsanti, dalam kegiatan Ngobras (Ngobrol Asyik) yang dihadiri para penyuluh dan pemuda tani. Dalam suasana penuh semangat, Santi menggugah kesadaran generasi muda untuk turun langsung ke sawah melalui program Brigade Pangan yang kini menjadi ujung tombak dalam mewujudkan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia.
Dalam kesempatan tersebut, ia menegaskan bahwa amanah Menteri Pertanian untuk mewujudkan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia tidak akan tercapai tanpa keterlibatan aktif generasi muda."Kalau tidak ada regenerasi petani, swasembada pangan tinggal mimpi," tegasnya. Untuk itu, ia mengajak generasi muda menjadi Brigade Pangan (BP) — pasukan khusus pertanian yang akan mengelola lahan optimalisasi lahan (oplah) seluas 345 ribu hektare.
Salah satu target besar yang diusung oleh BP yaitu peningkatan Indeks Pertanaman (IP) dari 100 menjadi 200, bahkan hingga 300. Artinya, petani harus mampu menanam 2–3 kali setahun. "Setelah panen, langsung tanam lagi. Jika semua Brigade Pangan mampu meningkatkan IP menjadi 300, swasembada pangan bukan hanya mungkin, tapi pasti," jelasnya penuh semangat.
Dalam mendukung produksi pangan nasional, pemerintah telah menyiapkan bantuan berbagai alat dan mesin pertanian (alsintan), seperti traktor, pompa air, dan transplanter. Petani diharapkan dapat memanfaatkan alsintan tidak hanya untuk bertani, juga membuka jasa sewa sebagai sumber pendapatan tambahan.
Beberapa BP bahkan sudah membuktikan kesuksesannya dengan pendapatan mencapai Rp15 juta per orang per musim tanam. Pendapatan tersebut merupakan hasil dari kombinasi bertani dan jasa alsintan. "Brigade Pangan harus menanam secara total. Kalau bisa mengelola lahan skala besar secara efisien, hasilnya luar biasa," imbuh Santi.
Meski demikian, tantangan besar tetap ada, terutama dari sisi permodalan. Menurut Santi, untuk mengelola lahan seluas 150–200 hektare, diperlukan modal sekitar Rp500 juta hingga Rp1 miliar. Oleh karena itu, ia mendorong petani muda mengakses Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan layanan perbankan lainnya.
"Jika BP bisa kelola 150 hektare, mereka bisa memperoleh keuntungan hingga Rp64 juta per orang. Ini peluang nyata, bukan sekadar mimpi," tegasnya.
Untuk mendukung peran penyuluh dalam menyukseskan program ini, Kementan juga menyiapkan reward bagi penyuluh pertanian berprestasi. Harapannya, dengan dukungan penuh dari penyuluh dan semangat generasi muda, Indonesia dapat kembali bangkit sebagai negara agraris yang kuat dan mandiri.
"Semoga semua ini menjadi gerakan besar bersama, demi kedaulatan pangan Indonesia," tutup Santi dengan optimisme.
Sementara itu, Kepala Balai Besar Perpustakaan dan Literasi Pertanian, Eko Nugroho Dharmo Putro yang hadir sebagai narasumber mengapresiasi sinergi luar biasa antara program KUR melalui perbankan dengan Brigade Pangan. Menurutnya, kolaborasi ini berhasil menciptakan peluang ekonomi baru bagi pemuda desa yang sebelumnya menganggur, kini mampu meraih penghasilan minimal Rp10 juta per bulan.
“Brigade Pangan sudah nyata hasilnya. Kementan memang sudah memberikan bantuan alsintan seperti traktor, pompa air, hingga combine harvester. Namun, kebutuhan yang belum terpenuhi bisa dibantu perbankan melalui KUR,” ujar Eko.
Ngobras kali ini juga menghadirkan narasumber dari BP Provinsi Jambi, Awaludin. Ia mengungkapkan keberhasilannya mendapatkan tambahan penghasilan hingga Rp48 juta dari penyewaan mesin pertanian. “Omzet sewa alsintan kami capai Rp89,9 juta. Gaji Rp10 juta bukan isapan jempol, bahkan kami bisa meraih Rp20 juta,” ungkapnya.
Diskusi hangat berlangsung antara penyuluh dari Kabupaten Sukabumi dan Cianjur bersama Eko, yang menutup acara dengan ajakan kepada penyuluh untuk memanfaatkan beragam informasi pertanian melalui platform digital BB Pustaka.
Kegiatan ini menegaskan pentingnya literasi, teknologi, dan akses permodalan dalam mendukung pertanian modern dan mandiri menuju kedaulatan pangan yang berkelanjutan. (Rep.FN/Editor SO-SWT)