Bogor, 03 September 2025 – Dalam upaya menekan kerugian akibat serangan hama tikus, Balai Besar Perpustakaan dan Literasi Pertanian menyelenggarakan LOVE: Live of Agriculture Virtual Literacy bertema “Pengendalian Hama Tikus pada Tanaman Padi”. Berlokasi di Kabupaten Lebak, Banten, kegiatan ini dilaksanakan secara hybrid dan menghadirkan praktisi pertanian untuk membahas mengenai cara mengendalikan hama tikus pada tanaman padi.
Acara dibuka oleh moderator, Juznia Andriani, dilanjutkan dengan pembukaan dan sambutan oleh Kepala Balai Besar Perpustakaan dan Literasi Pertanian (BB PUSTAKA), Eko Nugroho Dharmo Putro. Dalam sambutannya, Ia menekankan bahwa serangan hama tikus telah menjadi tantangan serius yang merugikan hingga 30% hasil panen petani. “Hama tikus dapat menyerang di setiap fase tanam. Jika tidak dikendalikan, bukan hanya gagal panen yang terjadi, tapi juga kegagalan regenerasi benih,” tegas Eko dalam sambutannya.
Kepala BB PUSTaka juga menekankan bahwa keberhasilan pengendalian hama tikus membutuhkan sinergi mulai dari petani, penyuluh, dan masyarakat. Melalui gotong royong, upaya pemutusan siklus serangan atau perkembangbiakaan tikus akan lebih menyeluruh dan efektif.
Kapoksi Pengendalian OPT Serealia, Gandi Purnama, selaku narasumber memaparkan materi utama terkait strategi pengendalian hama tikus berbasis bioekologi. Gandi juga menekankan pentingnya pemanfaatan musuh alami, khususnya burung hantu jenis Tyto Alba yang mampu memangsa 2–3 ekor tikus setiap malam. “Burung hantu sangat efektif sebagai predator alami. Tapi mereka tidak bisa membuat sarang sendiri, jadi perlu dibantu dengan pembuatan rumah burung hantu,” jelas Gandi.
Selain paparan dari narasumber, sesi lain yaitu laporan lapangan dari Kabupaten Lebak. Laporan lapangan dilakukan oleh Pupu Fauziah, Koordinator Penyuluh Kecamatan Cibadak-Lebak, dan Rukhiana, Ketua Gapoktan Sukabungah di Desa Tambakbaya. Mereka menyoroti pentingnya observasi harian dan penanaman serempak. Mereka juga menekankan bahwa kolaborasi antara petani dan penyuluh merupakan kunci sukses pengendalian. “Tantangan terbesarnya yaitu mengajak petani untuk bersama-sama bertindak. Meski tenaga banyak, kalau tidak kompak, tetap tidak efektif,” ujar Rukhiana.
Peserta dari berbagai daerah juga berbagi pengalaman, seperti dari Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Kabupaten Buleleng, dan Sumatera Barat. Mereka juga menekankan pentingnya sanitasi, pengamatan rutin, dan keberlanjutan dalam pengendalian.
Acara ditutup dengan ajakan untuk memperkuat sinergi antara penyuluh, petani, dan POPT dalam mendukung swasembada pangan nasional. Penanganan hama tikus bukan hanya soal teknik, juga komitmen bersama. (Kontributor: QAR)