Bogor, 25 Agustus 2025 – Kekeringan yang menjadi kendala utama di lahan sawah tadah hujan dinilai dapat diatasi melalui penggunaan benih padi unggul dan bersertifikat. Hal tersebut menjadi pokok bahasan dalam Bincang Cerdas Literasi (BCL) yang digelar Balai Besar Perpustakaan dan Literasi Pertanian (BB PUSTAKA), Senin (25/8).
Kepala BB PUSTAKA Eko Nugroho Dharmo Putro menegaskan pentingnya benih bermutu untuk meningkatkan produktivitas dan stabilitas produksi padi. “Petani perlu memahami proses menghasilkan benih bermutu, keuntungan penggunaan benih unggul, serta faktor yang memengaruhi pemilihan varietas sesuai kondisi lahan,” ujarnya.
Artikel yang menjadi rujukan utama kegiatan ini datang dari tulisan Nove Arisandi berjudul “Peningkatan Indeks Pertanaman dengan Pemanfaatan Benih Padi Lokal Bersertifikat” yang mengangkat pengalaman Kalimantan Selatan dalam mendorong produktivitas melalui pemanfaatan benih lokal bermutu tinggi.
Dalam paparannya, Nove menegaskan bahwa benih lokal tak kalah unggul jika dikelola dengan teknologi tepat. Ia menyebut lima varietas lokal paling disukai petani Kalsel yaitu Siam Unus, Siam Madu Murakata, Siam Kupang, Siam Lani, dan Siam Mayang.
Tak hanya itu, petani petani juga antusias menanam varietas unggul nasional seperti Mekongga, Inpari 32 HDB, Inpari 30 Ciherang Sub 1, PB 42, dan Inpara 2. petani juga antusias menanam varietas unggul nasional seperti Mekongga, Inpari 32 HDB, Inpari 30 Ciherang Sub 1, PB 42, dan Inpara 2. Kombinasi antara benih lokal bersertifikat dan varietas unggul ini terbukti menjadi strategi jitu meningkatkan indeks pertanaman, sekaligus memperkuat ketahanan pangan daerah.
Nita Kartina dari Tim Pemulia dan Tim UPBS Balai Besar Perakitan dan Modernisasi Pertanian Tanaman Padi menekankan pentingnya hadir varietas padi yang lebih adaptif terhadap perubahan iklim ekstrem yaitu kekeringan maupun kelebihan air. Hal ini menjadi kunci untuk menjaga stabilitas produksi sekaligus menopang ketahanan pangan nasional lingkungan, baik kekeringan maupun kelebihan air, guna menjaga stabilitas produksi dan mendukung ketahanan pangan nasional. Tantangan Sawah Tadah Hujan di Indonesia
Nita mengungkapkan, produktivitas padi di lahan sawah tadah hujan Indonesia masih jauh dari harapan, hanya berkisar 3,5–4,5 ton per hektare. Angka ini tertinggal jauh dibandingkan potensi maksimal yang bisa dicapai. Faktor utama penyebabnya adalah variabilitas curah hujan dan ketersediaan air, yang kerap memicu risiko gagal panen hingga penurunan hasil secara signifikan. “Kalau varietas tidak adaptif, petani akan selalu berada di bawah bayang-bayang ketidakpastian iklim,” ujarnya.
Sementara itu, Peneliti BRIN Kristamtini berbagi pengalaman pengembangan padi varietas unggul lokal di Yogyakarta. Beberapa varietas andalan yang dikembangkan antara lain Pangestu, Menor, Ketan Wiji Lestari, dan Pulut Serang Handayani. Ia menekankan bahwa varietas adalah sekumpulan tanaman dengan karakter khas yang tetap stabil meski diperbanyak, sehingga menjadi fondasi penting dalam menjaga keberlanjutan produksi padi.
Kegiatan yang menghadirkan peneliti, praktisi, penyuluh, dan petani milenial ini diharapkan tidak hanya memperkuat dan meningkatkan literasi pertanian, tetapi juga mendukung ketahanan pangan melalui pemanfaatan benih unggul bersertifikat di lahan tadah hujan. (Rep FN/Edit SO-SWT)