Bogor, 17 September 2025 – Mungkin banyak di antara masyarakat yang belum mengenal lebih dekat Ayam Kampung Unggul Balitbangtan (Ayam KUB). Ayam lokal unggul ini memiliki citarasa khas, daging lebih enak, dan produktivitas tinggi. Namun, sejak kapan ayam ini diperkenalkan dan bagaimana peluang bisnisnya di masyarakat? Pertanyaan-pertanyaan tersebut coba dijawab melalui gelaran Bincang Cerdas Literasi (BCL) yang diselenggarakan Balai Besar Perpustakaan dan Literasi Pertanian (BB Pustaka), Rabu (17/9).
Mengusung tema “Hasilkan Cuan dari Ayam KUB”, BCL dikemas dalam bedah buku “Mengintip Kesuksesan Beternak Ayam KUB di Jawa Tengah” karya Iif Syarifah Munawaroh. Acara ini disiarkan secara daring melalui Zoom dan menghadirkan narasumber kompeten, antara lain Ade Meirizal Zulkarnain (Ketua HIMPULI) dan Muhammad Rizki Kurniawan (Pengurus Asosiasi Peternak Ayam KUB Jawa Tengah).
Dalam paparannya, Iif mengungkapkan kekagumannya pada antusiasme pemuda di Salatiga dan sekitarnya yang mampu membudidayakan ayam KUB secara mandiri dengan sistem manajerial modern. Dari sinilah lahir inspirasi penulisan buku tersebut. “Selama ini pengelolaan ayam KUB kerap terjebak stigma, mulai dari rendahnya kualitas SDM, belum adanya kesamaan persepsi, hingga tantangan menentukan harga jual. Bahkan, hanya 42,31% usaha ayam KUB yang ditopang sarana dan prasarana lengkap,” ungkap Iif.
Meski begitu, perubahan besar hadir setelah terbentuknya Asosiasi Peternak Ayam KUB. Kini, asosiasi menaungi 50 anggota yang tersebar di 33 kabupaten dengan rata-rata usia pengelola 37 tahun. Bisnis ayam KUB berkembang dari hulu hingga hilir—pembibitan, pembesaran ayam potong, produksi telur, hingga pembangunan pabrik pakan mandiri. “Asosiasi ini bahkan mampu memenuhi kebutuhan ayam hingga ke daerah lain, menjadikan ayam KUB lebih berdaya saing dan berkontribusi nyata bagi ketahanan pangan,” tegas Iif.
Sementara itu, Kepala BB Pustaka, Eko Nugroho Dharmo Putro, menegaskan saat ini ada tiga daerah yang telah sukses mengembangkan bibit ayam KUB, yaitu Salatiga, Sumbawa, dan Kabupaten Bogor. “Seekor ayam KUB mampu memproduksi 160–200 butir telur per tahun, jauh lebih unggul dibanding ayam kampung biasa yang hanya sekitar 50 butir,” jelas Eko. Ia menambahkan, beternak ayam KUB tidak hanya memberi nilai ekonomi, tetapi juga berperan penting dalam pemenuhan gizi dan protein keluarga.
Di akhir sambutannya, Eko berharap keberhasilan membudidayakan ayam KUB dapat terus disebarluaskan, termasuk melalui tulisan dan karya seperti yang telah dilakukan Iif Syarifah Munawaroh. (Kontributor JO/Edit SW-SWT)